Saturday, April 29, 2006

apa siy mau kalian???

belakangan banyak pro-kontra sehubungan ama RUU pornografi di sana sini...orang" yg ga terlibat lama" juga ikutan 'terpancing' utk getting involve. dari yang ekstrim sampe yang biasa adja. dari yang emang beneran peduli mpe yang cuma mo nyari sensasi. dari yang cuma nanggepin sampe make mo ngusir" orang dari jakarta karena dianggap sumber kericuhan....ga ngerti deh..apa siy mau mereka?

g termasuk salah satu yang kontra RUU itu. ...i against it 4
wotever reason it is. di mana g merasa ga jelas mo ke mana arah RUU ini. ga jelas batasan" antara satu definisi ama yang laennya.

yaaa mungkin ada faktor subyektif jg karena g merasa sedikit banyak RUU ini lebih menyudutkan/mengarah ke kaum hawa. gilingan, hari gini masih adja ya 'pelecehan' secara ga langsung ini..(damn!!!)

daripada ngurusin beginian kenapa ga ngurusin ato nangkepin koruptor" ga jelas itu? ato benerin sistem struktural rumah tangga negara kita adja coba? hey, we're the second worst country in southeast asia... there's something better than doing this *silly* thing, guys..ironis banget emang yak...

berikut ada salah satu tulisan yang menurut g menarik utk dishare...

BANYAK pengamat menolak sebuah RUU antipornografi. Dengan argumen-
argumen yang cukup kuat. Akan tetapi, di sini diandaikan bahwa dalam
masyarakat seperti Indonesia UU tersebut masih diperlukan.

Namun, RUU yang sekarang sedang dibahas menurut saya tidak memenuhi
syarat minimum kompetensi yang harus dituntut. Pertama, RUU ini
tidak membedakan antara porno dan indecent (tak sopan) dan bahkan
mencampuraduk dua-duanya dengan erotis. Porno adalah segala apa yang
merendahkan manusia menjadi objek nafsu seksual saja. Tetapi dalam
sebuah UU pengertian filosofis ini harus diterjemahkan ke dalam
definisi yang operasional yang dapat dipertanggungjawabkan.

Paham indecent malah tidak muncul di RUU ini. Istilah yang dipa-
kai, "bagian tubuh tertentu yang sen- sual", menunjukkan
inkompetensi para konseptor RUU ini. Yang dimaksud (penjelasan pasal
4) adalah "antara lain alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar,
dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya."
Dan itu semuanya porno? Astaga!

Bedanya porno dan indecent adalah bahwa porno di mana pun tidak
diperbolehkan, sedangkan indecent tergantung situasi. Alat-alat
kelamin primer memang di masyarakat mana pun ditutup. Tetapi bagian
tengah tubuh perempuan di India misalnya tidak ditutup. Tak ada
pornonya sedikit pun (dan perut bagian tengah terbuka pada anak
perempuan sekarang barangkali tak sopan tetapi jelas bukan porno).
Lalu, "bagian payudara perempuan" mulai di mana?

Paha di kolam renang tidak jadi masalah, tetapi orang dengan pakaian
renang masuk di jalan biasa bahkan didenda di St Tropez. Yang harus
dilarang adalah yang porno, sedangkan tentang indecency tak perlu
ada undang-undang, tetapi tentu boleh ada peraturan-peraturan
(misalnya di sekolah, dan bisa berbeda di Kuta dan di Padang).

Sedangkan "erotis" bukan porno sama sekali. Erotis itu istilah
bahasa kesadaran. Apakah sesuatu itu erotis lies in the eyes of the
beholder (tergantung yang memandang)! Bagi orang yang sudah biasa,
perempuan dalam pakaian renang di sekitar kolam renang tidak erotis
dan tidak lebih merangsang daripada perempuan berpakaian penuh di
lain tempat. Tetapi perempuan elegan, berpakaian gaun panjang, kalau
naik tangga lalu mengangkat rok sehingga 10 cm terbawah betisnya
jadi kelihatan, bisa amat erotis.

Tarian erotis mau dilarang? Tetapi apakah ada tarian yang tidak
erotis? Seni tari justru salah satu cara (hampir) semua budaya di
dunia mengangkat kenyataan bahwa manusia adalah seksual secara
erotis dan sekaligus sopan. Jadi erotis juga tidak berarti tak
sopan. Hal erotis seharusnya sama sekali tidak menjadi objek sebuah
undang-undang. RUU seharusnya tidak bicara tentang "gerak
erotis", "goyang erotis".

Yang harus dilarang adalah tarian porno. Karena itu porno harus
didefinisikan secara jelas, tidak dengan mengacu pada "sensual"
atau "merangsang" atau "mengeksploitasi".

Saya mengusulkan bahwa definisi porno menyangkut
(1) alat kelamin,
payudara perempuan (itu pun ada kekecualian, jadi tidak mutlak;
apalagi tak perlu embel-embel "bagian"), dan, kalau mau, pantat; dan

(2) melakukan hubungan seks untuk ditonton orang lain.

Kedua, dan itu serius: Moralitas pribadi bukan urusan negara.
Menurut agama saya memang semua pencarian nikmat seksual di luar
perkimpoian sah adalah dosa. Jadi kalau saya sendirian melihat-lihat
gambar porno, itu dosa. Tetapi apakah negara berhak melarangnya?

Bidang negara adalah apa yang terjadi di depan umum. Kalau orang
dewasa mau berdosa di kamar sendiri, itu bukan urusan negara. Begitu
pula, apabila saya beli barang porno untuk saya sendiri, itu tanda
buruk bagi moralitas saya, tetapi bukan urusan negara (tetapi
tawaran barang porno tentu boleh dilarang).

Yang perlu dikriminalkan adalah segala urusan seksual dengan orang
di bawah umur. Menjual, memiliki, mendownload gambar, apalagi
terlibat dalam aktivitas, yang menyangkut ketelanjangan, atau
hubungan seks, dengan anak harus dilarang dan dihukum keras.

Semoga catatan sederhana ini membantu membuat undang-undang yang
memenuhi syarat dan, lantas, juga bermanfaat. *

==============================
Penulis adalah Franz Magnis-Suseno SJ, rohaniwan, guru besar Sekolah
Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta


well...emang susah ngatur beratus' juta orang kalo masih ga ada komunikasi dan sistem yg jelas. it does take time and need really hard effort, too. let's see how it goes then.. hope for the best, yes? semoga yaaach....

No comments: